Raperda RPJMD Bali Sudah Akomodir Isu Terkait Adaptasi Perubahan Iklim

Kepala Bappedalitbang Provinsi Bali yang diwakili Kepala Bidang Infrastruktur dan Kewilayahan, I Made Sudiarsa, memastikan isu perubahan iklim sudah diakomodir dalam misi Gubernur dan Wakil Gubernur Bali yang tertuang dalam Raperda RPJMD Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun 2018-2023 yang dalam tahap finalisasi. Demikian dikatakannya saat membuka Workshop Adaptasi Perubahan Iklim bertempat di Ruang Pucuk Bappedalitbang Provinsi Bali, Jumat, 22 Pebruari 2019.

Hadir sebagai narasumber pada kesempatan itu Kepala Sub Direktorat Adaptasi Perubahan Iklim Kementerian PPN/Bappenas RI Sudhiani Pratiwi, Kementerian Lingkungan Hidup Jepang (MoEJ) yang diwakili Kiyoshi Takahashi, dan Bali Local Consultant I Made Sudarma. Ditambahkannya, setidaknya ada empat misi yang terkait adaptasi perubahan iklim, yaitu Misi 1, Misi 2, Misi 11, dan Misi 21.

“Empat Misi ini kemudian dikawal oleh perangkat daerah dalam bentuk program dan kegiatan yang dituangkan ke dalam Renstra mereka,” ujar Sudiarsa.

Kepala Sub Direktorat Adaptasi Perubahan Iklim Kementerian PPN/Bappenas RI, Sudhiani Pratiwi, mengatakan saat ini sedang disiapkan proses rancangan teknokratik RPJMN Tahun 2020-2024. Dalam paparannya, beberapa hal penekanan diantaranya mengenai potensi kebencanaan dikarenakan cuaca ekstrim akibat perubahan iklim. Ada enam hal yang terkait hal itu, yaitu mempengaruhi analisis neraca air dalam memproyeksikan bahaya banjir; ketersediaan air, dan kekeringan air; Produksi pertanian menurun; Mempengaruhi kemiringan lereng pantai karena banjir dan perubahan suplai sedimen; Membahayakan keselamatan pelayaran dan mengurangi daya jelajah nelayan; Membahayakan keselamatan penerbangan; dan Mempengaruhi tingkat perkembangbiakan vektor penyakit dan heat stress di wilayah perkotaan.

Ditekankan pula beberapa isu permasalahan terkait perubahan iklim di wilayah Jawa-Bali diantaranya, tingginya tingkat kerawanan bencana, banyak Daerah Aliran Sungai yang kritis, dan belum tuntasnya rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana massif. Isu ini sekaligus akan menjadi isu penanggulangan bencana dan pembangunan wilayah, yang terus diperjuangkan dalam RPJMN.

Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup Jepang (MoEJ) yang diwakili Kiyoshi Takahashi, berdasarkan penelitian di beberapa kota di Indonesia, khususnya Denpasar terjadi peningkatan lahan yang beralih menjadi bangunan (land cover). Hal ini akan terkait erat dengan meningkatnya tekanan panas (heat stress) dan dapat menyebabkan berbagai gangguan seperti di bidang kesehatan misalnya peningkatan hipertensi, meningkatnya penyakit jantung, dan ISPA.

I Made Sudarma, Bali Local Consultant, dalam paparannya tentang Integrasi Mitigasi dan Adaptasi Perubahan iklim dalam RPJMD Bali 2018-2023, mengingatkan bahwa indikator adaptasi perubahan iklim bisa dimasukkan dalam program di berbagai sektor. Menurutnya, indikator sasaran perubahan iklim ada dua, yaitu Mitigasi GRK dan Adaptasi Perubahan Iklim, dimana kedua indikator ini dapat dibuat terpisah. Dalam penyusunan kegiatan nantinya dapat melibatkan berbagai perangkat daerah sesuai misi yang diembannya.

Seperti diketahui, dalam upaya penanganan perubahan iklim, Kementerian PPN/Bappenas bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup Jepang (MoEJ), bertujuan untuk mendorong peningkatan kebijakan adaptasi perubahan iklim melalui penguatan dan implementasi kajian berbasis sains. Dimana perencanaan adaptasi perubahan iklim merupakan upaya preventif terhadap dampak perubahan iklim melalui pembangunan model- model dan proyeksi- proyeksi yang ilmiah. (Krisna-Pranata Humas)