Terapkan APBD Berbasis Kinerja, Provinsi Bali Mulai Susun Analisis Standar Belanja

Provinsi Bali mengagendakan menggunakan Analisis Standar Belanja (ASB) tahun ini dalam penyusunan APBD. Untuk itu ASB sudah harus dibuat sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58/2005 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Hal ini dikatakan Kepala Bappedalitbang Provinsi Bali, I Wayan Wiasthana Ika Putra saat pembukaan Sosialisasi Analisis Standar Belanja (ASB) bertempat di Ruang Cempaka, Senin siang, 11 Maret 2019.

Ditambahkannya, penyusunan ASB ini merupakan suatu keharusan atau amanat dari peraturan pemerintah dan juga merupakan rencana aksi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Ini merupakan salah satu agenda besar kita, yang juga menjadi rencana aksi KPK yang memang harus kita laksanakan,” kata Ika Putra. Diharapkan, sosialisasi dan penyusunan ASB ini akan berujung dengan dihasilkannya Peraturan Gubernur tentang ASB.

Selaku narasumber Irwan Taufiq Ritonga dan Zainul, yaitu Tenaga Ahli Penyusun Analisis Standar Belanja dari Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Irwan Taufiq Ritonga merupakan satu-satunya penulis buku tentang ASB.

Ritonga menjelaskan, dalam PP 58 Tahun 2005 Pasal 39 ayat 2 dinyatakan Penyusunan anggaran berdasarkan prestasi kerja dilakukan berdasarkan capaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja, standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal. “Kelima-limanya ini harus ada. Jadi kalau Pemda dalam menyusun APBD belum menggunakan kelima (hal) ini, berarti kita tidak bisa mengatakan APBD kita berbasis kinerja,” tegasnya.

ASB merupakan menilai kewajaran atas beban kinerja dan biaya terhadap suatu kegiatan. Kegiatan dengan beban kerja yang berat akan mendapatkan anggaran yang lebih besar. Hal ini berbeda dengan Standar Satuan Harga (SSH) merupakan harga maksimal untuk satu satuan.

Ada lima unsur dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja, yaitu capaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja, standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal. “Masalah klasik, besaran anggaran kegiatan dipengaruhi oleh siapa yang punya kegiatan, atau apa nama kegiatannya, sehingga penyusunan anggaran tersebut menjadi bersifat subyektif,” katanya.

Sesuai amanat Peraturan Pemerintah tersebut dan meninjaklanjuti rekomendasi dari Komisi Penanggulangan Korupsi (KPK) dan BPK agar Pemerintah Provinsi Bali segera menerapkan analisis standar belanja. Selain itu penyusunan APBD kedepan diharapkan lebih efektif dan efisien. Dengan adanya Analisis Standar Belanja, asas keadilan berdasarkan beban kinerja bisa lebih optimal, tidak ada lagi ketimpangan beban kinerja dengan anggaran. (Krisna-Pranata Humas)