Direktur Dana Transfer Umum DJPK Kementerian Keuangan, Adriyanto saat memberikan pengarahan dalam Sosialisasi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.07/2022, Selasa, 6 September 2022, mengemukakan, pemerintah daerah harus turut mengantisipasi dampak kenaikan harga BBM yang menjadi kebijakan pemerintah beberapa hari lalu. Sementara itu kita masih menghadapi risiko Covid-19 dan risiko-risiko lain yang mengancam stabilitas wilayah akibat perang Rusia-Ukraina. “Untuk itu kita berkumpul ini bersama-sama berjaga-jaga terjadinya inflasi, dan mengantisipasi dampak kenaikan BBM,” kata Adriyanto.
Lebih lanjut dijelaskan, anggaran subsidi BBM saat ini mencapai Rp502,4 triliun. Ini setelah mengalami penyesuaian dan kenaikan BBM secara global, di samping masih harus menghadapi risiko Covid-19 dan risiko-risiko lain yang mengancam stabilitas wilayah.
Bila melihat gambaran APBN, saat pertama menganggarkan subsidi energi dan kompensasi hanya sebesar Rp152,5 triliun. Terjadinya perkembangan dinamika risiko global adanya kenaikan komoditas yang mau tidak mau menyebabkan kenaikan harga minyak. Hal ini menyebabkan anggaran subsidi energi dan kompensasi naik tiga kali lipat menjadi Rp502,4 triliun. Tekanan harga minyak dunia selama setahun ini membuat kenaikan subsidi sebesar Rp349,9 triliun.
Seiring pemulihan aktivitas ekonomi yang menguat, mobilitas masyarakat meningkat sehingga kuota solar dan pertalite diperkirakan akan habis Oktober ini bila tidak ada kebijakan dari pemerintah. Dan beban anggaran juga diproyeksikan akan naik mencapai Rp698 triliun. Tingginya proyeksi ini dipengaruhi harga ICP dari USD100 menjadi USD 105 per barel, kurs mata uang dari Rp14.450 menjadi Rp14.700, dan volume konsumsi pertalite meningkat dari 23,05 juta KL menjadi 29,07 juta KL dan solar dari 15,1 juta KL menjadi 17,44 juta KL. “Ini sesuatu yang perlu diwaspadai. Kami mengharapkan peran pemerintah daerah dalam upaya bersama-sama mengatasi dampak kenaikan energi,” ucapnya.
Pusat sudah menggelontorkan beberapa bantuan yaitu BLT BBM yang diperkenalkan Presiden Jokowi, dan Bantuan Subsidi Upah. Disamping ini ada peran Pemerintah daerah dengan memanfaatkan dua persen dari Dana Transfer Umum (DTU) yang diterima daerah yaitu DAU Oktober-Desember dan Dana Bagi Hasil (DBH) Triwulan IV Tahun 2022. Sinergi atau upaya mengatasi dampak ini perlu bersama-sama bergandengan tangan pemerintah pusat dengan pemda, walaupun di APBD sudah menganggarkan perlindungan sosial. “PMK 134 ini mengamanatkan agar Pemda menggunakan dua persen dari DTU untuk perlindungan sosial. Penggunaannya diserahkan ke masing-masing daerah, dan laporan penggunaannya paling lambat 15 September ini sebagai syarat salur DAU,” jelas Adriyanto.


Tujuan ditetapkannya PMK ini adalah pertama, pemerintah pusat perlu melakukan langkah-langkah pengendalian dampak inflasi dalam rangka bantalan sosial serta mempertahankan daya beli masyarakat. Kedua, sinergi kebijakan fiskal antara APBD dan APBN dalam memberikan supporting atas program-program prioritas pemerintah. Ketiga, menjaga kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan belanja perlindungan sosial dalam APBD Tahun Anggaran 2022. Dan keempat, memberikan landasan hukum bagi pemda dalam menggunakan dua persen DTU untuk penambahan belanja perlindungan sosial.
Hadir pada sosialisasi tersebut Kepala Bappeda Provinsi Bali I Wayan Wiasthana Ika Putra didampingi Kepala Bidang Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah dan Sekretaris Bappeda Provinsi Bali. (Krisna – Prahum)