Saat ini telah terbentuk 404 Tim Siaga Rabies (TISIRA) Tingkat Desa yang tersebar di seluruh wilayah Provinsi Bali. Operasional TISIRA tersebut didanai menggunakan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) dan ditugaskan untuk mempercepat upaya untuk melakukan pencegahan dan penanganan penyakit rabies.
Hal itu terungkap Diskusi Berbagi (Forum Sharing Session) Program Tim Siaga Rabies (TISIRA) di Provinsi Bali yang dilaksanakan atas kerjasama Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Australia dalam program Australia Indonesia Health Security Partnership (AIHSP) di Hotel Four Star, Renon Denpasar, Jumat, 7 Juni 2024.
Kepala Bappeda Provinsi Bali I Wayan Wiasthana Ika Putra dalam sambutannya mengatakan, di Kabupaten Jembrana, Buleleng dan Karangasem sebagai pintu masuk Pulau Bali, telah 100% terbentuk Tim Siaga Rabies (TISIRA) tingkat Desa. Hal ini, kata Ika Putra, menunjukkan komitmen yang semakin kuat dari Pemerintah Provinsi Bali hingga jenjang Pemerintah Desa dalam upaya mencegah dan menanggulangi penyakit rabies.
Meskipun demikian, Ika Putra mengingatkan, tersedianya jejaring atau lembaga kerja saja belum menjamin kesuksesan sebuah program. Program pencegahan dan pemberantasan penyakit rabies ini baru akan efektif apabila didukung oleh sistem surveilans yang juga efektif. Surveilans yang dimaksud adalah kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit atau masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah kesehatan untuk memperoleh dan memberikan informasi guna mengarahkan tindakan penanggulangan secara efektif.
Hal ini perlu menjadi perhatian bersama karena fungsi utama surveilans adalah menyediakan informasi epidemiologi, yaitu informasi tentang frekuensi dan pola serta penyebab dan faktor risiko dari keadaan dan kejadian yang berkaitan dengan kesehatan pada populasi penduduk tertentu. Informasi epidemiologi ini harus peka terhadap perubahan di lapangan sehingga implementasi tindakan pencegahan dan penanggulangan berkenaan pelaksanaan program pemberantasan penyakit yang menjadi prioritas pembangunan menjadi lebih efektif.
“Suatu sistem surveilans yang fleksibel dapat menyesuaikan diri dengan perubahan informasi atau situasi pelaksanaan yang dibutuhkan, tanpa harus disertai peningkatan kebutuhan biaya, tenaga dan waktu,”jelas Ika Putra. “Sistem yang fleksibel dapat menerima perubahan definisi kasus, dan variasi – variasi dari sumber pelaporan,” katanya lagi.
Program Australia Indonesia Health Security Partnership (AIHSP) adalah program yang kerjasama Pemerintah Indonesia dengan Australia dalam mendorong ketahanan kesehatan global Tahun 2024. Bali menjadi salah satu lokasi pelaksanaan program yang lebih menekankan pada kesehatan sebagai dampak penyakit menular dari ternak/hewan kepada manusia.
Jumlah desa di seluruh Bali saat ini sebanyak 636 buah. Sebanyak 129 berada di wilayah administratif Kabupaten Buleleng, 41 di Kabupaten Jembrana dan 75 desa di Kabupaten Karangasem. Jika TISIRA telah 100 persen terbentuk di ketiga kabupaten, berarti di ketiga kabupaten itu saja telah terbentuk 245 TISIRA atau 60,64 persen dari seluruh jumlah TISIRA yang kini terbentuk di seluruh wilayah administratif Provinsi Bali.
Diskusi Berbagi TISIRA ini dihadiri oleh Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Bali, perwakilan Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, perwakilan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Kepala Bidang Pemerintahan dan Pemberdayaan Manusia Bappeda Provinsi Bali, Koordinator AIHSP Bali, CEO Tulodo Indonesia serta para undangan.