Tingkat keterisian data Sistem Pengukuran Ketahanan Nasional Lembaga Pertahanan Nasional (LEMHANNAS) Republik Indonesia baru mencapai 66,8 persen pada akhir September 2019. Untuk itu diharapkan mengoptimalkan lagi ketersediaan data sehingga bisa meningkatkan keterisian data. Karena indikator Ketahanan Nasional sangat tergantung dari data masing-masing instansi baik vertikal maupun instansi horisontal.
Demikian disampaikan Kepala Bappedalitbang Provinsi Bali yang diwakili Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan I Nyoman Ngurah Subagia Negara saat memimpin Rapat dalam rangka koordinasi dan konsolidasi penyediaan data untuk pengisian Sistem Pengumpulan Ketahanan Nasional (Siskurtannas) LEMHANNAS RI dan data Evaluasi Kemampuan Penyelenggaraan Otonomi Daerah Ditjen Otonomi Daerah Kemendagri RI, bertempat di Ruang Cempaka, Jumat, 4 Oktober 2019.
Ditambahkannya, berdasarkan hasil evaluasi tim sampai saat ini baru terisi kurang lebih 600 indikator dari 821 indikator yang terbagi dalam delapan gatra. “Nanti Lemhanas akan melakukan pemeringkatan terhadap Indeks Ketahanan Nasional itu. Ada lima klasifikasi mulai dari Klasifikasi I (Rawan) dengan nilai indeks 1,0 – 1,8, sampai dengan Klasifikasi V (Sangat Tangguh) dengan nilai indeks 4,2 – 5,” jelasnya.

Lebih jauh ditekankan pengisian data ini sangat menentukan posisi pemeringkatan Bali pada Indeks Ketahanan Nasional ini. Pihaknya yakin saat ini seharusnya Bali berada pada posisi Sangat Tangguh, namun karena keterisian data yang masih belum sesuai yang diharapkan maka posisi saat ini berada di klasifikasi Cukup Tangguh. “Kita masih memiliki waktu untuk menyempurnakan penyediaan data ini. Untuk itu diharapkan agar terus melakukan pemantauan dan melengkapi data sehingga Bali bisa masuk dalam klasifikasi Sangat Tangguh,” katanya.
Terkait dengan penyediaan data Evaluasi Kemampuan Penyelenggaraan Otonomi Daerah (EKPOD) Ngurah Subagia menjelaskan, evaluasi ini dilakukan untuk mengukur sejauh mana penyelenggaraan otonomi daerah dapat memberikan kemajuan sesuai dengan amanat dari Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 dan peraturan pelaksanaannya.
Berdasarkan evaluasi ini Kemendagri akan meninjau ulang pemerintah daerah yang baru berkembang akan kembali menjadi bagian dari induknya apabila dalam pelaksanaannya belum mampu melaksanakan asas-asas otonomi daerah. “Jadi harapannya sebuah daerah diberikan pemekaran agar mampu secara mandiri mengelola potensi daerah untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakatnya. Apabila setelah diberikan kewenangan itu ternyata belum mampu melaksanakan sesuai dengan ketentuan, ini menjadi bahan evaluasi apakah layak tetap mandiri ataukah akan dimerger kembali,” jelasnya.
Terdapat sepuluh aspek yang menjadi indikator untuk pengukuran evaluasi penyelenggaraan otonomi daerah. Data yang harus diisi dari berbagai indikator EKPOD tersebut diantaranya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Pertumbuhan Ekonomi. Hadir pada kesempatan tersebut Perangkat Daerah dilingkungan Pemprov Bali, instansi vertikal seperti Polda Bali, BPS, PLN Distribusi Bali, KPU, Balai Besar Wilayah III BMKG Denpasar, PT Telkom, Balai Wilayah Sungai Penida, Kantor Wilayah KemenkumHAM dan lainnya. (Krisna-Pranata Humas)