Sampah masih menjadi polemik di Bali. Sampah yang tidak dikelola dengan baik berdampak pada segala bidang, baik pariwisata, kesehatan dan lingkungan. Pemprov Bali telah mengeluarkan Pergub tentang pengelolaan sampah dari sumbernya, namun sampai saat ini Gubernur Bali menilai implementasi peraturan ini masih jalan di tempat.
Kondisi ini segera ditindaklanjuti Kepala Bappeda Provinsi Bali yang diwakili Kepala Bidang Pemerintahan dan Pembangunan Manusia Ida Bagus Gde Wesnawa Punia melalui rapat koordinasi Pelaksanaan Program Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber di Desa/Desa Adat, bertempat di Ruang Rapat Cempaka, Selasa, 2 Pebruari 2021.
Rakor strategis ini dihadiri Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, dan Catatan Sipil Provinsi Bali, Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tabanan, Kabid IPW Bappedalitbang Kabupaten Tabanan, dan Kepala Bidang dari Dinas Pemajuan Masyarakat Adat Provinsi Bali.
Beberapa permasalahan mencuat dalam rapat tersebut. Belum adanya persepsi sama dalam hal kewenangan, keterbatasan lahan tempat pengelolaan sementara (TPS), keterbatasan sumber daya manusia (SDM), keterbatasan alat, keterbatasan jejaring, dan belum adanya perarem desa adat, adalah enam permasalahan mendasar pelaksanaan program pengelolaan sampah berbasis sumber di desa/desa adat. Permasalahan ini harus dipecahkan dahulu baru permasalahan dana karena dana dapat diupayakan antara lain dari alokasi dana desa.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tabanan I Made Subagia mengungkapkan, beberapa Perbekel di Tabanan mengira kewenangan ada di pemerintah daerah kabupaten/kota. Perbekel ragu mengambil inisiatif karena mengira hal itu bukan kewenangan desa. Padahal, Undang-Undang Desa memberi kewenangan desa untuk itu, dimana regulasinya diatur bersama Pemkab/Pemkot.
Tidak semua desa/desa adat memiliki lahan untuk TPS-3M. Padahal, ketersediaan lahan merupakan syarat utama. Ada pemikiran menyediakan lahan dan pengelolaan bersama melalui kerjasama, namun itu masih perlu dimatangkan. Sejumlah desa/desa adat mengajukan permohonan pemanfaatan aset provinsi.
Keterbatasan SDM juga menjadi kendala serius. Jumlah tenaga kerja jauh dari kebutuhan. Sementara alat pengolah sampah selain masih sangat terbatas juga belum ada bengkel perbaikannya. Jejaring kerja yang siap menampung hasil pengelolaan sampah juga menjadi kendala. Banyak yang mau menampung kaleng dan plastik kemasan air mineral dan sejenisnya. Namun, yang mau menampung sampah plastik sejenis tas kresek, pembungkus shampoo, dan sejenisnya sangat sedikit dan harganya pun sangat murah.
Sementara itu Kepala Bidang dari Dinas Pemajuan Masyarakat Adat Provinsi Bali mengatakan, walau semua desa adat sudah memiliki perarem, namun itu belum disahkan Majelis Desa Adat (MDA) karena terkendala belum mempunyai pedoman. Hal ini akan segera dicarikan jalan keluar agar penanganan sampah berbasis sumber segera dapat dijalankan.
Penulis: Dewa Rai Anom – Pranata Humas.
Editor/Admin: Krisna