Angka kemiskinan Provinsi Bali masih dirasakan stagnan. Program penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan masih berjalan lambat dan belum optimal, sehingga diperlukan strategi baru dalam penanggulangan kemiskinan di provinsi Bali. Penanggulangan kemiskinan di Bali kedepan dilaksanakan melalui program yang lebih komprehensif, yang didasarkan pada kajian kemiskinan yang lebih mendalam, sehingga dampak akhir yang diharapkan adalah penurunan angka kemiskinan sesuai target Presiden yaitu kemiskinan ekstrim menjadi 0% pada 2024.
Hal ini menjadi diskusi mendalam pada Seminar dan Diskusi dalam rangka Penyusunan Kajian Kemiskinan di Provinsi Bali oleh Tim Efektif Akselerasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi Bali bertempat di Theater Room Lt. I Gedung A, Undiknas Denpasar, Rabu, 20 September 2023.
Kepala Bappeda Provinsi Bali I Wayan Wiasthana Ika Putra saat memberikan sambutannya mengatakan, output dari penelitian ini adalah tersusunnya dokumen kajian kemiskinan yang menjadi dasar penyusunan perencanaan dan program yang lebih komprehensif dalam penanggulangan kemiskinan Bali. Dan dampak akhir yang diharapkan adalah penurunan angka kemiskinan sesuai target yang ditetapkan.
Seperti yang diketahui, Presiden RI Joko Widodo di akhir masa jabatannya di tahun 2024 menargetkan kemiskinan ekstrem sebesar 0%. ”Maka tidak boleh ditawar lagi, kemiskinan di Bali harus nol persen. Walaupun angka kemiskinan ekstrem Bali saat ini adalah 0,54%, ini sudah masuk kategori 0%. Namun itu jangan sampai naik lagi di atas 1%,” tegas Ika Putra.

Ika Putra menyampaikan, dalam waktu dekat akan dilaksanakan pertemuan dengan Bupati dan Walikota se-Bali guna membahas data verifikasi dan validasi atas Data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE). Progres pelaksanaan verifikasi dan validasi ini nantinya akan dilaporkan langsung dihadapan Penjabat Gubernur Bali. Diharapkan semua pihak membangun kolaborasi dalam menghapuskan kemiskinan ekstrem ini, seperti tagline Penjabat Gubernur Bali yaitu “ngeromba” yang dimaknai gotong royong dengan kesan rasa bersalah apabila tidak terlibat didalamnya. Hal ini mengingat keterbatasan APBD sehingga perlu dilakukan kolaborasi dengan swasta melalui CSR, termasuk dalam penanganan stunting di Bali.
Untuk mencapai langkah itu Ika Putra menekankan perlunya data yang valid yang telah diolah, seperti hasil kajian ini misalnya KK yang miskin sebagian besar di lanjut usia dan memiliki anggota keluarga usia produktif namun tidak memiliki keterampilan. “Pemetaan yang seperti ini harus dikedepankan sehingga pola penanganan akan lebih tepat,” ucapnya.
Pada bagian sebelumnya, Ketua Penyusun Kajian Kemiskinan di Provinsi Bali yang diwakili Prof. Dr. Ida Bagus Raka Suardana S.E., M.M menjelaskan seminar ini merupakan serangkaian dengan penelitian kajian kemiskinan yang dilaksanakan kerjasama Bappeda Provinsi Bali dengan Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Denpasar. Seminar ini juga menjadi finalisasi dari penyusunan Dokumen Kajian Kemiskinan di Provinsi Bali, dan diharapkan mendapat masukan berharga untuk penyempurnaan dokumen.
Turut hadir pada seminar tersebut Majelis Desa Adat, Dinas Sosial dan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Bali, BPS Provinsi Bali, Kantor Perwakilan BKKBN Provinsi Bali, Bappeda Kabupaten/Kota se-Bali. (Krisna – Prahum)